Selasa, 19 April 2011

Peta Persaingan Perbankan Indonesia

Peta persaingan perbankan di tanah air baik perbankan konvensional dan syariah sangat intense dan ketat. Ini terlihat jelas dengan masuknya beberapa bank-bank asing ke Indonesia. Salah satunya bank asing konvensional dari Singapura dan Malaysia seperti Temasek Holding dengan 68% Kepemilikan saham di Bank Danamon, OCBC Bank dengan kepemilikan saham sebesar 70% di Bank NISP, CIMB Niaga dengan komposisi kepemilikan saham 60% Khazanah Nasional Bhd dan 20% CIMB Bank.
Tidak hanya itu. Bank asing seperti ANZ (Australia), Standard Chartered Bank, HSBC, Barclays yang berasal dari Inggris, Rabobank (Belanda), Texas Pacific dan Mercy Corp (Amerika), ICBC (China), State Bank of India (India), Tokyo Mitsubishi (Jepang) dan IFC (Korea Selatan) adalah beberapa bank asing dengan kepemilikan saham terbesar di beberapa perbankan Nasional.  
 
Tidak Ketinggalan juga industri perbankan syariah di tanah air akan kedatangan pesaing dari Timur Tengah. Seperti Kuwait Finance House (KFH) salah satu Islamic Bank terbesar di Kuwait. Tidak hanya KFH saja yang berminat tetapi menurut Deputi Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI Mulya Siregar juga mengatakan ada dua investor Timur Tengah yaitu Albarkah dan Asian Finance Bank yang sangat tertarik untuk membeli bank lokal. "Mereka sudah datang ke kita dengan rencana mereka akan membeli bank lokal dan dikonversi ke syariah," ujar Mulya (www.detikfinance.com, 7 Desember 2009).
Dengan indikasi di atas persaingan industri perbankan pada tahun 2010 ini akan lebih 
semarak. Dari laporan BI Juni 2008 jumlah pangsa pasar bank asing juga meningkat apabila dibandingkan pada tahun 1999. Untuk pangsa pasar aset sebesar 50% meningkat dari 11% di tahun 1999 yang dimiliki asing dari total aset perbankan nasional sekitar 45% pangsa pasar kredit dari total 20% di tahun 1999, dan 40% pangsa pasar dana pihak ketiga meningkat dari 11% di tahun 1999.
Ada beberapa hal yang membuat bank asing tersebut berminat untuk berinvestasi di Indonesia. salah satu contributing factor yang significant adalah tingginya Net Interest Margin (NIM) perbankan di Indonesia. Kalau di negara mereka bank asing tersebut hanya bisa mendapatkan NIM maksimal sebesar 2-3%. Tetapi, di Indonesia industri perbankan nasional bisa meraih NIM dengan rata-rata sebesar 6%.
Sebut saja beberapa bank plat merah terbesar di tanah air. Untuk bulan September 2009 Bank Rakyat Indonesia (BRI) sudah berhasil meraup NIM sebesar 9,1%, Bank Nasional Indonesia (BNI) 6,1%, dan Bank Mandiri (BMRI) 5,2%. Dan, beberapa bank-bank yang termasuk dalam bank 10 besar di Indonesia seperti Danamon 8,2%, Bank Central Asia (BCA) dengan NIM 6,6%, CIMB Niaga 6,6%, Citibank 6,6%, BII Maybank 5,8%, Permata  5,5%, dan Panin dengan perolehan NIM sebesar 4,7% (Laporan Keuangan Publikasi Bank  dan Bank Indonesia, diolah).
Masuknya bank-bank asing ke Indonesia haruslah ditanggapi dengan serius oleh pihak regulator dalam hal ini Bank Indonesia dan juga industri perbankan nasional. Tentunya bank-bank asing tersebut sudah dapat dipastikan membawa sistem dan business strategy yang terbaik yang telah mereka implementasikan sekian lama di negara mereka. Oleh karena itu bank-bank nasional khususnya bank-bank pemerintah harus bisa bersaing lebih kompetitif lagi to win the competition in the industry.
Akan sangat tragis apabila 10 tahun mendatang kita melihat bahwa bank terbesar di negeri kita sendiri dimiliki oleh asing. Dengan demikian ada beberapa critcal notes yang penulis ingin sampaikan untuk memperkuat posisi perbankan nasional kita ke depan.
Pertama, Pemerintah dan BI harus secara progressive mengeluarkan regulasi yang supportive terhadap Bank-bank nasional agar bisa bersaing secara kompetitif dengan bank-bank asing. Hal ini telah di perhatikan oleh BI di mana salah satu regulasi dari BI adalah akan mewajibkan cabang bank asing yang beroperasi di Indonesia berubah menjadi badan hukum perseroan terbatas (PT) untuk memudahkan pengawasan dan pengaturan. Dengan demikian bank asing akan tunduk dengan ketentuan hukum perusahaan di Indonesia.
Langkah ini menjadi concern BI karena keberadaan bank asing yang beroperasi di tanah air kian banyak dan cukup kompleks. Di samping itu, pemerintah dan BI juga harus memperhatikan perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia agar regulasi mengenai tax insentif untuk perbankan syariah harus segera digodok agar mampu mendorong industri perbankan syariah meningkatkan kinerjanya.
Kedua, Perbankan Nasional khususnya bank plat merah harus mampu memberikan servis yang berkualitas kepada masyarakat. Kalau dulu bank-bank pemerintah terkenal dengan servisnya yang lambat, bertele-tele, tetapi sekarang penulis bangga. Perbankan  nasional sudah mulai mereformasi kualitas servis yang diberikan kepada nasabah.
Kualitas servis yang baik sangat penting untuk meningkatkan kepuasan dan juga loyalitas customer. Hal ini sudah dicapai oleh Bank Mandiri dengan meraih "The Best Bank Service Excellence Award" pada tahun 2007 dan 2008.
Prestasi Bank Mandiri ini agar bisa dipertahankan ke depan dan menjadi lokomotif penggerak serta dapat memotivasi bank nasional lainnya untuk memberikan kualitas servis yang terbaik kepada nasabahnya. Apabila servis yang diberikan mengecewakan bank-bank nasional harus bersiap-siap nasabah mereka direbut oleh bank-bank asing lainnya yang sudah memiliki senjata pamungkas untuk menaikkan pangsa pasar mereka di Indonesia.  
 
Ketiga, bank-bank nasional yang sudah listed di pasar saham harus meningkatkan kinerja keuangannya agar dapat meningkatkan nilai Kapitalisasi pasarnya (Maket 
Capitalization). Semakin besar nilai Market Capitalization suatu perusahaan terbuka hal ini mununjukkan indikasi yang baik. Sebab, selain kinerja keuangan dan reputasi perusahaan tersebut di nilai outstanding market capitalization yang tinggi dapat menyulitkan pihak lain untuk membeli perusahaan tersebut.
Oleh karena itu bank-bank nasional harus mampu meningkatkan market capitalization mereka agar tidak mudah untuk dibeli asing karena dengan tingginya marke capitalization bank tersebut. Maka Price to book value (PBV) akan tinggi pula dengan kata lain lebih tinggi nilai market capitalization suatu bank. Lebih mahal harga bank tersebut untuk diakusisi atau di beli.
Dengan beberapa prestasi bank nasional yang membanggakan ini baik BUMN dan swasta seperti Bank Mandiri dan BCA yang market capitalization mereka sudah mencapai USD 10 miliar di tahun 2009 dan yang cukup membanggakan kedua bank nasional tersebut masuk ke dalam top bank kategori bank dengan market capitalization di atas USD 10 milliar sebagai Large Regional Players di Asia bersama dengan Hang Seng Bank (Hong Kong), KB Financial Group (Korsel), DBS bank, UOB Bank, dan OCBC bank yang ketiganya dimiliki oleh Singapura dan Maybank Malaysia (Sumber: Bloomberg).
Walaupun banyak dan kompleksnya pemain asing yang masuk dalam persaingan industri perbankan nasional dengan adanya regulasi yang supportive dari pemerintah dan BI perbankan nasional kita masih tetap bisa exist dan menunjukkan taringnya selama memberikan pelayanan yang berkualitas kepada nasabah. Selain itu tindakan kejahatan perusahaan harus dihapuskan dalam manajemen perbankan nasional. Seperti praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). 
Dan, hal yang perlu diperhatikan juga ialah untuk strategi ke depan. Bank-bank nasional tidak hanya harus fokus kepada peningkatan Net Interest Income saja. Tetapi, juga harus meningkatkan portfolio Fee Based Income-nya dan juga harus berani berinvestasi dan menyalurkan pembiayaan di high return businessess seperti salah satunya ke sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Dengan demikian perbankan nasional dapat berperan dan berkontribusi meningkatkan perekonomian Indonesia khususnya sektor riil dalam rangka meningkatkan tarap hidup rakyat banyak yang sesuai dengan inti dan tujuan dari UU perbankan No 7 tahun 1992/ No 10 tahun 1998.