Sabtu, 26 September 2009

Tugas 1 (Money Game Bermunculan)

1. Menurut saya mengenai bisnis money game yang saat ini bermunculan di Indonesia adalah tidak setuju, karena bisnis tersebut telah banyak merugikan masyarakat, anggota perusahaan maupun para usaha lain yang ikut bergabung dengan bisnis tersebut , khususnya masyarakat golongan ekonomi kelas menengah yang paling banyak memakan korban. Karena bisnis tersebut ibarat kata menggunakan bagaikan kerja rodi, yaitu dengan pemberian komisi kepada anggota bukan dari hasil penjualan barang, tetapi dari jumlah uang yang disetorkan kepada perusahaan bisnis money game tersebut. Di dalam ajaran agama Islam pun tidak dibenarkan bisnis seperti ini, karena pelaku bisnis menurut Islam tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.

2. Menurut Muhammad Tarigan selaku Kasubdit Kelembagaan dan Usaha Perdagangan, dengan banyaknya praktik bisnis money game yang berkedok MLM, dapat menimbulkan dampak negatif yang bisa merugikan  orang banyak yang ikut dalam kegiatan bisnis tersebut, karena praktik money game biasanya memberikan komisi kepada anggota bukan dari hasil penjualan barang, melainkan dari jumlah uang yang disetor. Dan juga bisnis tersebut hanya menguntungkan pada anggota yang bergabung di awal pendirian usaha itu saja. Akibatnya jika pasar sudah jenuh dan tidak ada anggota baru yang bisa direkrut, maka anggota terakhir akan mengalami kerugian dan perusahaan tidak mampu lagi memperoleh uang untuk membayar sejumlah komisi bagi anggota yang telah terekrut. Oleh karena itu, selain berkonsultasi dengan para asosiasi MLM, Tarigan dan instansinya juga terus memberikan sosialisasi dan temu wacara kepada masyarakat agar tidak sampai dirugikan karena terjerat usaha money game, khususnya masyarakat golongan ekonomi kelas menengah yang biasanya paling banyak dijerat oleh bisnis tersebut.

3. Bisnis money game dapat tumbuh subur di Indonesia, karena masyarakat kita khususnya pada golongan kelas ekonomi menengah kebawah mudah sekali terjerat oleh bujuk rayuan dari para pelaku bisnis money game yang berkedok sebagai bisnis MLM. Karena pada umumnya mereka itu memberikan penawaran kepada masyarakat atau korbannya dengan imbalan uang yang berlipat ganda yaitu dengan memberikan uang pendaftaran yang cukup besar kepada mereka dan merekrut orang lain sebanyak-banyaknya untuk masuk dalam bisnis tersebut. Tanpa mempertanyakan apakah bisnis tersebut memang MLM sungguhan atau bukan dengan meminta Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) dari Depdag dan Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI), sehingga korban tersebut mudah saja terperangkap karena tergiur dengan imbalan yang besar yang akan di dapatkannya nanti. Selain itu juga  belum adanya  undang-undang yang berlaku untuk mengatur bisnis tersebut serta pihak terkait yang bisa mengawasi dan menindaklanjuti dengan tegas apabila menemukan praktik bisnis tersebut.

4. Berdasarkan dari sudut pandang 'bisnis sebagai profesi yang luhur' bisnis money game di Indonesia ini seharusnya dapat dilarang karena bisnis tersebut hanya menguntungkan orang-orang yang pertama bergabung. Sedangkan orang-orang yang bergabung belakangan seringkali cuma ketiban pulung, entah itu perusahaannya bangkrut, lari atau ditutup, atau karena orang yang bergabung belakangan seringkali tidak bisa memiliki penghasilan yang lebih besar daripada orang yang bergabung lebih dulu.

5. Pandangan saya terhadap prinsip etika bisnis 'what is legal is ethical' (asal tidak melanggar hukum ya etis) adalah tidak setuju, karena apabila bisnis di negara kita ini berkecenderungan untuk lebih mengutamakan keuntungan finansial dan mengabaikan etika dalam praktek bisnis kita, maka akan terjadi ketidakharmonisan dalam kehidupan kita. Para pelaku bisnis akan menjadi subyek-subyek yang saling merugikan dan menghancurkan satu dengan yang lainnya. Agar kegiatan bisnis yang kita lakukan dapat berjalan harmonis dan menghasilkan kebaikan dalam kehidupan, maka kita harus menjadikan bisnis yang kita lakukan terwarnai dengan nilai-nilai etika seperti tokoh teladan agung manusia di dunia, yaitu Rasulullah SAW.

*) Fandy Indrawan/10206341/3ea02/Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Gunadarma/Depok

Jumat, 25 September 2009

Etika Bisnis Islami

Ketika kita melakukan bisnis, maka umumnya orientasi dalam bisnis kita adalah dalam rangka mengejar keuntungan materi. Akibat orientasi ini berakibat kita tidak memperhatikan etika dalam bisnis kita.

Kita berkecenderungan untuk lebih mengutamakan keuntungan finansial dan mengabaikan etika dalam praktek bisnis kita. Bila ini terus dilakukan, maka akan terjadi ketidakharmonisan dalam kehidupan kita. Para pelaku bisnis akan menjadi subyek-subyek yang saling merugikan dan menghancurkan satu dengan yang lainnya.

Agar kegiatan bisnis yang kita lakukan dapat berjalan harmonis dan menghasilkan kebaikan dalam kehidupan, maka kita harus menjadikan bisnis yang kita lakukan terwarnai dengan nilai-nilai etika. Salah satu sumber rujukan etika dalam bisnis adalah etika yang bersumber dari tokoh teladan agung manusia di dunia, yaitu Rasulullah SAW. Beliau telah memiliki banyak panduan etika untuk praktek bisnis kita, yaitu :

Pertama, kejujuran. Kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: "Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya," (H.R. Al-Quzwani). "Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami," (H.R. Muslim).

Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.

Kedua, menolong atau memberi manfaat kepada orang lain, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.

Ketiga, tidak boleh menipu, takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: "Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi". (QS 83: 112).

Keempat, tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain," (H.R. Muttafaq ‘alaih).

Kelima, tidak menimbun barang. Ihtikar ialah menimbun barang (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menja di naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.

Keenam, tidak melakukan monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral.

Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.

Ketujuh, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan patung-patung," (H.R. Jabir).

Kedelapan, bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman," (QS. al-Baqarah:: 278). Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.

Kesembilan, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu," (QS. 4: 29).

Kesepuluh, membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, "Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya." Hadis ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.

*) Ahmad Juwaini adalah Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa Republika Telp (021) 7416050