1. Menurut saya mengenai bisnis money game yang saat ini bermunculan di Indonesia adalah tidak setuju, karena bisnis tersebut telah banyak merugikan masyarakat, anggota perusahaan maupun para usaha lain yang ikut bergabung dengan bisnis tersebut , khususnya masyarakat golongan ekonomi kelas menengah yang paling banyak memakan korban. Karena bisnis tersebut ibarat kata menggunakan bagaikan kerja rodi, yaitu dengan pemberian komisi kepada anggota bukan dari hasil penjualan barang, tetapi dari jumlah uang yang disetorkan kepada perusahaan bisnis money game tersebut. Di dalam ajaran agama Islam pun tidak dibenarkan bisnis seperti ini, karena pelaku bisnis menurut Islam tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
2. Menurut Muhammad Tarigan selaku Kasubdit Kelembagaan dan Usaha Perdagangan, dengan banyaknya praktik bisnis money game yang berkedok MLM, dapat menimbulkan dampak negatif yang bisa merugikan orang banyak yang ikut dalam kegiatan bisnis tersebut, karena praktik money game biasanya memberikan komisi kepada anggota bukan dari hasil penjualan barang, melainkan dari jumlah uang yang disetor. Dan juga bisnis tersebut hanya menguntungkan pada anggota yang bergabung di awal pendirian usaha itu saja. Akibatnya jika pasar sudah jenuh dan tidak ada anggota baru yang bisa direkrut, maka anggota terakhir akan mengalami kerugian dan perusahaan tidak mampu lagi memperoleh uang untuk membayar sejumlah komisi bagi anggota yang telah terekrut. Oleh karena itu, selain berkonsultasi dengan para asosiasi MLM, Tarigan dan instansinya juga terus memberikan sosialisasi dan temu wacara kepada masyarakat agar tidak sampai dirugikan karena terjerat usaha money game, khususnya masyarakat golongan ekonomi kelas menengah yang biasanya paling banyak dijerat oleh bisnis tersebut.
3. Bisnis money game dapat tumbuh subur di Indonesia, karena masyarakat kita khususnya pada golongan kelas ekonomi menengah kebawah mudah sekali terjerat oleh bujuk rayuan dari para pelaku bisnis money game yang berkedok sebagai bisnis MLM. Karena pada umumnya mereka itu memberikan penawaran kepada masyarakat atau korbannya dengan imbalan uang yang berlipat ganda yaitu dengan memberikan uang pendaftaran yang cukup besar kepada mereka dan merekrut orang lain sebanyak-banyaknya untuk masuk dalam bisnis tersebut. Tanpa mempertanyakan apakah bisnis tersebut memang MLM sungguhan atau bukan dengan meminta Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) dari Depdag dan Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI), sehingga korban tersebut mudah saja terperangkap karena tergiur dengan imbalan yang besar yang akan di dapatkannya nanti. Selain itu juga belum adanya undang-undang yang berlaku untuk mengatur bisnis tersebut serta pihak terkait yang bisa mengawasi dan menindaklanjuti dengan tegas apabila menemukan praktik bisnis tersebut.
4. Berdasarkan dari sudut pandang 'bisnis sebagai profesi yang luhur' bisnis money game di Indonesia ini seharusnya dapat dilarang karena bisnis tersebut hanya menguntungkan orang-orang yang pertama bergabung. Sedangkan orang-orang yang bergabung belakangan seringkali cuma ketiban pulung, entah itu perusahaannya bangkrut, lari atau ditutup, atau karena orang yang bergabung belakangan seringkali tidak bisa memiliki penghasilan yang lebih besar daripada orang yang bergabung lebih dulu.
5. Pandangan saya terhadap prinsip etika bisnis 'what is legal is ethical' (asal tidak melanggar hukum ya etis) adalah tidak setuju, karena apabila bisnis di negara kita ini berkecenderungan untuk lebih mengutamakan keuntungan finansial dan mengabaikan etika dalam praktek bisnis kita, maka akan terjadi ketidakharmonisan dalam kehidupan kita. Para pelaku bisnis akan menjadi subyek-subyek yang saling merugikan dan menghancurkan satu dengan yang lainnya. Agar kegiatan bisnis yang kita lakukan dapat berjalan harmonis dan menghasilkan kebaikan dalam kehidupan, maka kita harus menjadikan bisnis yang kita lakukan terwarnai dengan nilai-nilai etika seperti tokoh teladan agung manusia di dunia, yaitu Rasulullah SAW.
*) Fandy Indrawan/10206341/3ea02/Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Gunadarma/Depok